22 June 2006

Bersama Menyelesaikan Beban Utang

Dalam Kongres ISEI XVI di Manado, Menkeu Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah tidak berminat mengemplang utang seperti yang telah dilakukan Argentina. Katanya, struktur utang Indonesia saat ini sangat berbeda dengan Argentina. Argentina dulu pinjam ke Bond Holder dan individual. Pilihan Argentina untuk ngemplang samasekali tidak berbahaya dan jika Indonesia memaksakan diri untuk mengikutinya, bisa sangat beresiko buat APBN.

Secara implisit, pernyataan tersebut setidaknya memiliki dua makna. Pertama, pemerintah sebenarnya mengakui bahwa utang luar negeri sudah sangat membebani APBN dan perlu melakukan sesuatu untuk menguranginya. Kedua, pemerintah ternyata juga melakukan analisa terhadap berbagai usulan pengurangan utang oleh kelompok masyarakat dan ekonom. Tentu, kedua hal tersebut sangatlah menggembirakan karena semua elemen bangsa menyadari beratnya beban utang dan juga bersama-sama berupaya menyelesaikannya.

Sebenarnya, selain cara ngemplang ala Argentina, masih ada dua cara lain untuk mengurangi beban utang yang terus disuarakan kelompok masyarakat yaitu menggunakan pendekatan geostrategis ala Pakistan (memanfaatkan isu terorisme) dan cara negosiasi baik-baik ala Nigeria.

Cara Pakistan sangat mungkin dicontoh Indonesia, karena posisi tawar Indonesia dalam urusan terorisme sangat baik. Selama ini, pemerintah Indonesia bukan hanya berniat untuk memberantas terorisme, tetapi juga telah melakukan aksi penangkapan gembong teroris. Indonesia seharusnya dapat "menjual" daya upaya tersebut untuk mendapat keringanan utang.

Cara negosiasi baik-baik ala Nigeria juga sangat terbuka untuk dilakukan. Toh, utang yang diberikan selama ini telah terbukti banyak dikorupsi, disalahgunakan dan bahkan sebagian kembali lagi untuk membayar biaya konsultan dari pihak kreditor. Jumlah rakyat miskin di Indonesia yang juga tidak main-main besarnya, lebih dari 40 juta orang, juga bisa dijadikan argumen untuk melakukan negosiasi.

Kedua alternatif penyelesaian utang yang dicontohkan Pakistan dan Nigeria di atas mudah-mudahan juga secepatnya dipikirkan Pemerintah. Tentu yang lebih baik adalah pemerintah menemukan formula kebijakan sendiri yang sesuai dengan Indonesia.

2 comments:

Anonymous said...

Menurut ibu Miranda Gultom, utang Indonesia tinggal separo saja (dikutip Republika tgl. 19.07.2006)

http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=257278&kat_id=23

Mohon penjelasannya.

Terima kasih.

pny said...

Barangkali perlu diketahui dulu, secara umum ada dua jenis utang luar negeri Indonesia. Pertama, utang untuk pembangunan melalui CGI, WorldBank, Bilateral, etc. Kedua, utang kepada IMF yang digunakan untuk menambal cadangan devisa (tidak bisa digunakan untuk pembangunan).

Utang yang Ibu Miranda atau Anda maksud adalah jenis utang yang kedua. BI pada tanggal 30 Juni lalu telah menggunakan sebagian cadangan devisa untuk melunasi 50% utang kepada IMF (USD 3.8 miliar). Ini dapat dipahami karena cadangan devisa dalam 3 bulan terakhir telah meningkat tinggi hingga USD 44 miliar.

Sedangkan utang yang dimaksud dalam tulisan ini adalah jenis utang yang pertama. Jumlahnya masih sangat banyak. Bunganya saja pada APBN 2006 sekitar Rp 28 triliun. Hampir separo dari belanja modal (pembangunan).