Pemerintahan Thailand memang amatiran, begitu penilaian Donald Gimbel. Itu karena tiga hari lalu, pemerintah Thailand mengunci deposito valas sebesar 30% dan harus disimpan dalam jangka satu tahun. Jika tidak, pemilik modal harus rela kehilangan sepertiga uangnya.
Saham di Thailand Stock Exchange pun rontok. Untungnya sehari kemudian, pemerintah Thailand mengecualikan kebijakannya terhadap valas untuk investasi saham. Saham memang kembali meningkat, tetapi kredibilitas pemerintahan dan Bank Sentral telah keburu anjlok. Memang amatir!
Indonesia pastinya tidak akan gegabah mengikuti kebijakan amatir seperti Thailand. Depkeu dan Bank indonesia sejak awal telah mewanti-wanti akan mempertahankan kebijakan keuangan saat ini.
Namun barangkali hal yang perlu dicontoh adalah semangat mulia di balik kebijakan amatir pemerintahan Thailand. Pertama, pemerintah Thailand ingin menghentikan apresiasi Baht karena sangat memukul eksportir. Dengan kata lain, instrumen kurs digunakan untuk menolong eksportir. Kedua, pemerintah Thailand ingin mengantisipasi volatilitas Baht dengan membatasi pembalikan modal secara spontan, yang dua tahun terakhir membanjiri Thailand .
Dua hal tersebut nampaknya masih luput dari perhatian pengambil kebijakan Indonesia. Padahal Indonesia sebenarnya serupa dengan Thailand. Rupiah setahun terakhir juga terus menguat (meski sedikit lebih rendah dari Baht) dan harusnya mengurangi daya saing ekspor. Hot money juga membanjiri Indonesia melalui investasi portfolio dan pada gilirannya mengancam stabilitas (ketika ditarik kembali).
21 December 2006
Pelajaran dari Thailand
Labels: Pasar uang-modal
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment