Tahun lalu memang tahun pahit bagi rakyat. Subsidi BBM yang membengkak, akibat kenaikan harga minyak dunia, terpaksa dipotong hampir seluruhnya. Harga BBM pun naik tidak tanggung-tanggung, lebih dari 100 persen. Harga produk lain melonjak. Daya beli rakyat merosot drastis. Kemiskinan meningkat.
Pahit!
Tapi barangkalii benar apa kata orang. Setelah kepahitan sering ada manisnya. Akhir-akhir ini, harga minyak dunia cenderung terus turun. Untuk BBM bersubsidi seperti Premium, selisih harga subsidi dan harga pasar sudah sangat tipis sekali, atau bahkan mungkin sudah tidak ada. Harga Pertamax (oktan tinggi) saja sudah Rp 4.850 per liter, sangat dekat dengan harga BBM Premium bersubsidi (oktan rendah) Rp 4.500 per liter.
Artinya, jika harga minyak dunia turun sedikit lagi, besar kemungkinan harga BBM Premium akan diputuskan turun. Logikanya, pemerintah rasa-rasanya tidak mungkin tega mengambil selisih harga pasar dan subsidi (harga pasar dikurangi harga subsidi). Derita rakyat akibat ulah pemerintah tahun lalu sudahlah cukup. Kini harusnya pemerintah membiarkan rakyatnya menikmati selisih tersebut, meskipun sedikit.
Namun nampaknya rakyat harus gigit jari dan membuang jauh angan-angan tersebut. Harga minyak belum turun saja, Menkeu Sri Mulyani sudah mewanti-wanti tidak akan menurunkan harga BBM bersubsidi dalam waktu dekat ini. Katanya, paling cepat Semester Kedua tahun 2007, berbarengan dengan revisi budget. Itupun masih bergantung pada Keputusan Presiden, dll.
Entahlah, kenapa Sri Mulyani berpikir sangat ruwet dan mencari beribu alasan hanya untuk "sedikit sekali" menyenangkan hati rakyatnya. Sungguh sebuah cara berpikir yang sangat bertolak belakang dengan cara berpikir ketika menaikkan harga BBM tahun lalu (cara sangat pintas). Mungkinkah ini yang namanya ketidakadilan?
Rakyat oh rakyat...
10 November 2006
Rakyat oh Rakyat
Labels: Subsidi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment